Sunday, January 5, 2014

Berani Berbuat Harus Berani Bertanggung Jawab!

Sembari diiringi hujan di sore hari...
Saya ingin sedikit bercerita,

"Tak perlu disesali, lanjutkan dan syukuri apa yang telah diberi". Kata-kata itulah yang masih saya pegang sampai saat ini. Entah sampai kapan kata-kata ini kuat untuk memotivasi saya bertahan kuliah di Teknik Sipil. Berat rasanya bagi seorang lulusan pondok seperti saya, melanjutkan kuliah di Fakultas Teknik. Saya tau dipondok juga di ajarkan pelajaran hitung-hitungan, tapi saya tidak menyukai itu kawan, saya tidak tertarik sama sekali untuk mempelajarinya. Ya saya juga tau saya pernah sesekali mewakili pondok untuk mengikuti lomba olimpiade-olimpiade seperti olimpiade komputer, olimpiade kimia dan sebagainya, tapi semuanya tidak sebaik yang dikira, itu hanya sebuah kebetulan, itu hanya sebuah keberuntungan yang saya punya.

Saya tau, dulu saya sedikit menggemari ilmu-ilmu yang banyak menggunakan rumus-rumus yang telah diciptakan oleh ilmuan terdahulu, seperti Albert Einsten, Thomas Alfa Edison, Newton dan yang lainnya. Tapi itu dulu, dulu sekali ketika saya baru masuk Pondok setelah lulus dari SD. Beranjak dewasa saya sadar bahwa saya memilki mimpi dan visi yang tidak sejalur dengan dunia hitung-menghitung seperti yang sekarang sedang saya dapati di Teknik Sipil. Saya tidak menyalahi dan menganggap Teknik Sipil itu buruk, tapi saya hanya merasa kurang cocok jika saya harus belajar disini, karena saya mempunyai visi dan mimpi yang sangat bertolak belakang dengan dunia Teknik Sipil. Ya benar saya terjebak oleh pilihan saya sendiri. Teknik sipik bukanlah pilihan yang tepat bagi saya untuk menunjang mimpi dan cita-cita yang selama ini sudah saya pupuk. Saya terjebak.

Di semester 2 saya mencoba untuk menghindar dari dunia Teknik Sipil, saya mencoba untuk pindah ke jurusan lain yaitu jurusan Komunikasi, dengan harapan dijurusan ini saya bisa mendapatkan ilmu-ilmu yang menunjang visi dan mimpi saya. Di jurusan ini banyak sekali ilmu yang pasti akan saya dapat, dan tentunya akan sejalur dengan visi dan misi saya. Tapi apa yang saya dapatkan? Saya gagal untuk pindah, ketua jurusan yang bersangkutan tidak menerima saya hanya karena saya mempunyai IP yang kecil di jurusan Teknik Sipil. Hanya karena sebuah IP, saya tidak mengerti apa hebatnya sebuah IP. Memang waktu itu saya sempat leha-leha dan tidak memikirkan kuliah yang sedang saya ikuti, saya malah asik berbisnis dan fokus mengurusi proyek Film, disinilah letak kelasalahan saya, dan saya mengakui itu. Tapi mengapa IP yang dijadikan indikatornya? Tentu Tak sama jerih payah IP yang di dapatkan di Teknik dengan IP yang di dapatkan di Komunikasi? Aih.. Kejadian ini membuat saya bingung, bingung dengan sebingung-bingungnya.

Cita-cita dan mimpi saya saat ini adalah ingin sekali menjadi seorang penulis, motivator, dan pengusaha. Tak ada kaitannya dengan Teknik Sipil, jika memang ada pun, itu hanya sebagian kecil. Saya galau, saya tertekan dengan kondisi ini. Tapi saya juga tau jika saya mengikuti kegalauan tanpa terus berusaha menyelesaikan maslah yang sedang dihadapi, that just make me fall.

Saya hanya menyesal, mengapa saya baru sadar saat ini. Banyak sekali perubahan dalam pola belajar yang biasa saya lakukan ketika saya masih belajar di pondok, dengan saya belajar di Teknik Sipil. Tak ada ghiroh semangat yang menggebu dalam jiwa saya saat belajar di Teknik, tak ada tujuan yang pasti mengapa saya harus mempelajari mata kuliah di Teknik Sipil seperti Kalkulus, Mekanika Struktur, Hidrolika, Fisika Dasar dan banyak lagi mata kuliah yang hampir semuanya I don't like it. Ini sangat menyiksa. Entah sampai kapan saya akan bertahan, entah sampai kapan saya akan berjuang?

Kesalahan awal memang ada pada saat saya memilih kuliah, this my wrong. Kenapa saya harus memilih Teknik jika memang tidak suka hitung-hitungan, that's why I look stupid. Karena pilihan ini bukanlah pilihan utama saya, ini hanya pilihan cadangan dan ternyata Tuhan menakdirkan saya untuk kuliah disini. Mungkin ada hikmah yang besar dibalik semua ini, itu baru mungkin.

Yang saya lakukan di kampus saat ini hanya berusaha masuk kelas dengan alasan absen harus penuh, dan berusaha memahami setiap angka yang dibeberkan dipapan tulis oleh dosen, jika memang sudah tidak menarik maka saya akan mengalihkan otak saya ke impian-impian yang saya genggam, entah itu menuliskannya didalam buku catatan atau bahkan menggambarkannya dalam bentuk khayalan. I don't care with another. Saya belum tau apakah dengan cara seperti ini saya bisa lulus kuliah, semoga syndrom mental down yang saya miliki saat ini cepat menghilang, dan berganti dengan syndrom manusia yang tak pernah menganggap tantangan adalah beban melainkan itu adalah sebuah kesempatan. Semoga.

"Berani berbuat harus berani bertanggung jawab!", begitu kata ibu saya. Mungkin jurus ini harus saya aplikasikan dimasalah ini.

No comments:

Post a Comment