Wednesday, November 6, 2013

Rindu akan Naungan Pondok

Masjid Al-Kautsar Pesantren Modern Daar El Falaah
Ustadz Nawawi: "Kebiasaan itu hrs d bentuk klu sdh trbiasa nnti qt yg akan dibentuk oleh kebiasaan trsebut.Bsar loh fadilah jamaah apalgi subuh". *Dikutip dari komentar di Facebook.

Saya tersadarkan oleh sebuah komentar di status FB saya. Pagi itu saya iseng nulis status di FB "Alhamdulillah masih bisa bangun pagi! Have a nice day!" Saya tambahkan juga emotikon smile agar terlihat lebih ramah. Selak beberapa menit tiba-tiba muncul beberapa komentar dari teman FB saya, tapi itu hanya komentar ringan dan saya balas komentarnya dengan ringan pula, lebih dari itu tiba-tiba muncul komentar yang mencengangkan hati saya, komentar dari guru saya Ustadz Nawawi Husni, beliau bertanya: "Sholat shubuhnya ke mesjid nggak?" Sambil dikasih efek ketawa, menandakan itu sebuah pertanyaan santai. Saya jawab dengan hati-hati dan jujur: "Nah itu yang masih berat tuh stad, hehe..." Karena memang akhir-akhir ini saya jarang sholat berjamaah di masjid, apalagi shubuh. Tidak lama dari itu laptop saya berbunyi "ping" menandakan ada sebuah pemberitahuan masuk di Facebook saya. Aku lihat ada satu komentar baru masuk dari Ustadz Nawawi, bentuk komentarnya seperti ini: "Kebiasaan itu hrs d bentuk klu sdh trbiasa nnti qt yg akan dibentuk oleh kebiasaan trsebut.Bsar loh fadilah jamaah apalgi subuh". Setelah membaca komentar ini saya merasa ada bagian dari hidup saya yang tadinya hilang dan terpisah kemudian kembali lagi seperti burung kembali ke sarangnya. Saya sadar, komentar ini mengandung makna yang besar. Saya sadar, dulu saya dibesarkan oleh komentar-komentar yang membangun seperti ini. Saya sadar, sudah lama saya tidak mendengar komentar-komentar seperti ini lagi. Dan sekarang saya sadar pula, saya merindukan semua itu. Saya rindu dengan pondok.

Ustadz Nawawi Husni adalah salah satu guru saya yang telah mengenalkan saya betapa pentingnya ilmu hidup, ilmu ikhlas, dan ilmu pendidikan; beliau lulusan dari Pondok Modern Gontor Jawa Timur. Sama seperti Ahmad Fuadi penulis novel Negeri 5 Menara yang pernah saya ceritakan di blog ini; salah satu orang yang menginspirasi saya. Selalu ada kisah yang menarik yang bisa diambil dari perjuangan hidup di pondok. Kami sebagai santri merasa memilki dunia kami sendiri yang pernah kami alami selama kami belajar dan mengenyam pendidikan di pondok. Perjuangan enam tahun di pondok bukanlah waktu yang singkat, namun kami sangat begitu menikmati. Dari yang tadinya kami tidak tau tentang apa-apa sampai akhirnya kami mengetahui banyak hal. Dari yang kami belum bisa berbahasa arab dan inggris dengan fasih sampai kami mengigo menggunakan bahasa arab dan inggris. Hebat bukan? hehehe...

Sudah satu tahun lebih saya tinggal dilingkungan luar pondok, banyak hal yang terjadi setelah saya lulus dari pondok dan tinggal dilingkungan luar pondok. Mulai dari pembentukan kebiasaan baru dan menyesuaikan situasi diluar, kemudian dari cara belajar yang saya gunakan, terbebasnya waktu dari disiplin pondok, dan perkenalan dengan teman-teman baru di kampus. Sekarang saya tinggal di Cilegon, dan ngampus di jurusan Teknik Sipil Universitas Sultan Agen Tirtayasa.

Awal keluar dari pondok saya masih bisa menerapkan kebiasaan yang saya lakukan di pondok selama enam tahun. Mulai dari pergi ke masjid on time, mengaji di sore hari, dan belajar pada malam hari. Seiring berjalannya waktu dan banyaknya kesibukan saya pun lalai dengan disiplin yang ada, terkadang jadwal kuliah yang padat dan deadline tugas yang mepet membuat jadwal disiplin waktu saya berantakan, disinilah menagement waktu itu dibutuhkan dan sangat penting. Sampai-sampai saya lupa bahwa kebiasaan itu akan membentuk karakter seseorang dan akan membentuk jalan percepatan suksesnya seseorang. Jika kita terlena dengan waktu dan banyak menyia-nyiakannya maka tentu saja kita akan termasuk kedalam golongan yang merugi bahkan bisa jadi termasuk kedalam golongan yang celaka. Masih ingat dengan pesan Nabi yang seperti ini: "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka dia  termasuk orang yang beruntung, dan jika hari ini sama dengan hari kemarin maka dia termasuk orang yang merugi dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia termasuk orang yang celaka". Nah.. itu dia pesan dari Rasul untuk umatnya.

Dengan sabdanya Nabi mengajarkan kepada kita bahwa kita harus menjadi manusia yang produktif, dan selalu menjadikan hari ini lebih baik dari hari sebelumnya, atau tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya, bisa juga niat ini lebih baik dari niat sebelumnya, bahkan cita-cita ini lebih baik dari cita-cita sebelumnya, dan itu yang seharusnya tertanam dalam jiwa-jiwa setiap muslim dibelahan bumi manapun. Terkadang kita lupa dengan pesan-pesan nabi yang seperti ini, pesan yang sangat ringan namun memilki makna yang sangat dalam. Kita banyak terlena dengan kehidupan yang serba canggih, terlena dengan semakin maraknya hiburan dan permainan yang dapat kita nikmati dengan mudah dimana saja, namun sedikit protek dan layanan rohani yang kita dapatkan dari lingkungan di zaman ini. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya nanti bila generasi muda yang akan datang terlena dengan eforia dunia semata tanpa dibentengi oleh iman yang kuat didalam dirinya, ini pasti akan menjadi PR yang sangat serius bagi kita umat muslim. Perkembangan zaman tidak akan menjadi masalah jika sudah terbentuknya iman didalam hati. Karena perkembangan zaman itu bagaikan pisau yang sangat tajam, pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, bisa juga digunakan untuk mengupas buah, atau memotong sayuran didapur. Itu artinya ada dua sisi yang saling bertolak belakang, ada sisi positive begitu juga dengan negative. Tergantung kepada siapa yang menggunakan pisau tersebut, orang baik kah? atau orang jahatkah?.

Maka dari itu lingkungan sangatlah penting bagi perkembangan hidup kita. Saya dapat merasakan perbedaanya, ketika saya hidup dalam lingkungan pondok yang serba disiplin dan teratur dan juga hidup dilingkungan luar pondok yang serba bebas. Tentu penentu baik buruknya hidup kita ada pada diri kita sendiri. Saya jadi ingat nasehat dari Babah Kiyai saya waktu di pondok, "Jadilah seperti ikan hidup yang yang ada dilaut, jangan menjadi ikan mati yang ada dilaut". Sebesar apapun cobaan dan godaannya dilingkungan itu, jika kita menjadi "ikan hidup" InsyaAllah kita akan terselamatkan, berbeda dengan "ikan mati", dia akan terhanyut dan terbawa oleh godaan lingkungannya, dia akan terbawa menjadi asin oleh air laut yang menjadi lingkungannya. Karena dia mati.
Rasa rindu ini semakin menggebu ketika saya ingat akan nasehat itu. Tidak banyak yang dapat saya lakukan untuk pondok, tapi jasanya begitu besar bagi saya, dia telah mengajarkan banyak hal dan pendidikan, dia pula yang telah banyak mengajarkan saya untuk bisa bersikap dewasa, saya tidak bisa banyak berbuat selain mengamalkan ilmu yang telah diajarkan dan membaginya untuk sesama umat manusia.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi teman-teman. Terimakasih.

3 comments: